March 08, 2008

Cerita Seleksi

Seleksi. Seleksi. Seleksi.

Hidup tak pernah lepas dari proses seleksi.
Ada seleksi yang alamiah, ada yang dirancang.
Mulai dari seleksi bibit unggul saat sel sperma berusaha membuahi sel telur, seleksi calon karyawan, seleksi calon pendamping, sampai seleksi American Idol, ...



Menyeleksi atau Diseleksi?


Kalau hari-hari ini di Amerika sedang seru-serunya seleksi kandidat calon presiden, satu dua bulan ke depan dunia pendidikan di Indonesia memasuki musim seleksi calon siswa.

Bicara soal urusan seleksi murid baru ini, saya jadi teringat seorang Bapak yang luar biasa, yang justru menyeleksi sekolah-sekolah buat anaknya.

Dimulai dari browsing lewat internet dan cari info lewat milis-milis,
dilanjutkan dengan mengunjungi satu-satu sekolah yang sudah masuk list-nya. Total ada 21 sekolah yang didatanginya. 21 sekolah!!!
Dan semuanya sekolah unggulan.

Mulanya pengusaha dari Surabaya yang harus cari sekolah buat anak-anaknya karena berencana hijrah ke Jakarta ini datang sendiri. Lalu ke beberapa sekolah yang dinilai mendekati kriterianya, Bapak ini mengajak istrinya. Terakhir anak-anaknya diajak juga melihat dan menilai sendiri apakah mereka suka dengan calon-calon sekolah pilihan orangtuanya.
Lucky kids!

Kalaupun pada akhirnya pilihan jatuh ke Sekolah Alam,
itu bukan karena beliau tidak mampu menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah unggulan lain - yang bikin Sekolah Alam jadi terasa sangat murah (walaupun banyak juga sih, yang bilang mahal…) - tapi semata-mata karena beliau merasa konsep dan visi pendidikan Sekolah Alam sesuai dengan konsep dan visinya tentang pendidikan anak.
Alhamdulillahirobbil’alamiin…

Salah satu hal yang membuat beliau sangat terkesan dengan Sekolah Alam adalah saat mendapat informasi bahwa di Sekolah Alam yang diseleksi adalah orangtua calon siswa. Bukan calon siswanya sendiri.

Hebatnya lagi, setelah mantap dengan pilihan sekolah buat anaknya... baru Bapak ini hunting rumah. Untuk tempat tinggal ini, kriteria utama beliau... tidak jauh dari sekolah. Sekarang mereka tinggal di rumah yang jarak tempuhnya dengan kendaraan gak sampe 5 menit dari Sekolah Alam. Subhanallah!


Seleksi di Sekolah Alam

Di Sekolah Alam sendiri, jauh sebelum musim sekolah buka pendaftaran murid baru ... kesibukan terkait dengan persiapan penerimaan siswa sudah dimulai. Pendaftaran biasanya dibuka di awal Februari. Tapi kerja Tim PPSB (Panitia Penerimaan Siswa Baru) sudah dimulai sejak beberapa bulan sebelumnya, yaitu di awal November.

Kenapa persiapannya harus jauh-jauh hari?
Karena proses seleksi penerimaan siswa-nya juga panjang.
Dari pembelian formulir, seleksi berkas, wawancara orangtua, sit in (coba sekolah di SA 5 hari), sampai pengumuman daftar siswa baru bisa makan waktu sampai 3 bulanan. Padahal yang diseleksi tidak banyak, tidak sampai 100 orang, karena tempat yang tersedia juga tidak banyak, hanya 50-an untuk tingkat PG, TK, dan SD.


Kenapa serumit itu?
Karena Sekolah Alam tidak menyeleksi anak.
Kalau seleksi anak, cukup anaknya yang di tes kan? Bisa tes akademik/calistung, tes kematangan sekolah, tes IQ, dan tes2 yang lain. Paling lama seminggu sudah bisa keluar hasilnya. Karena semua tes itu bisa dilakukan secara massal, 2-3 hari selesai.

Mengapa bukan anak yang diseleksi?
Karena setiap anak berhak mendapatkan pendidikan terbaik, dan di Sekolah Alam, setiap anak diyakini punya potensi yang bisa dikembangkan. (Baca juga Cerita Seto)

Lalu yang di seleksi siapa?
Orangtuanya.
Kenapa orangtuanya yang diseleksi?
Karena sejatinya tugas mendidik anak adalah tugas orangtua.

Karena anak adalah amanah Allah,
dan kelak kitalah sebagai orangtua yang akan dimintakan pertanggungjawaban tentang pendidikan mereka.

Jika sebagai orangtua, karena segala keterbatasan (waktu, tenaga, pengetahuan, biaya, fasilitas) kita terpaksa harus melibatkan pihak lain (sekolah) dalam proses pendidikan anak kita, maka konsekuensinya proses pendidikan anak kita haruslah menjadi sebuah kerja jamaah.

Begitulah Sekolah Alam memandang proses pendidikan anak, sebuah kerja jamaah. Kerja jamaah seluruh orangtua dan guru.
Dengan kata lain, Sekolah Alam adalah Sekolah Berbasis Komunitas.
Di mana semua anggota komunitas adalah pemilik sekolah.
Pemilik Sekolah Alam bukan pribadi tertentu, atau sekelompok orang yang duduk di Yayasan. Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan adalah anggota komunitas Sekolah Alam juga, yaitu orang tua dan guru dalam komposisi yang berimbang.
Karena Pemilik Sekolah Alam adalah seluruh komunitas Sekolah Alam, maka tumbuh kembangnya sekolah menjadi tanggungjawab bersama.

Untuk sebuah kerja jamaah mendidik anak, dibutuhkan mereka yang punya kesesuaian visi tentang pendidikan anak. Apalagi dalam banyak hal Sekolah Alam berbeda sekali dengan sekolah pada umumnya. Targetnya beda, metode belajarnya beda, sampai pengelolaan sekolahnya pun beda. Ketidaksiapan orangtua menerima perbedaan-perbedaan ini akan menimbulkan banyak kendala dalam proses pendidikan anak, yang pada akhirnya akan merugikan anak sendiri, dan seringkali juga merugikan teman-temannya, guru-gurunya, bahkan bukan tidak mungkin merugikan banyak orangtua yang lain.

Pada kenyataannya, banyak orangtua tidak siap untuk kerja jamaah seperti ini. Mungkin karena sudah terbiasa dengan paradigma beli jasa (ortu = konsumen dan sekolah =penjual jasa).
Tunaikan kewajiban administratif (bayar), tidak mau tahu prosesnya, yang penting hasilnya.
Hasil tidak memuaskan, tinggal complain.
Apalagi kalau merasa sudah membayar mahal.

Banyak ortu yang merasa kewajibannya mendidik anak selesai dengan memilih sekolah unggulan dan membayar mahal. Bisa jadi ortu-ortu seperti inilah yang menumbuhsuburkan minat banyak pebisnis untuk jadi ‘pedagang sekolah’ karena melihat peluang pasar yang sangat menjanjikan keuntungan besar.

(Baca juga yang satu ini: Anak Sekolah Kita Salah Asuhan (Didikan)?)

Proses seleksi calon siswa (baca: ortu calon siswa)
di Sekolah Alam melalui beberapa tahapan.

Tahap I - Pembelian Formulir

Aturan mainnya sederhana : first come, first serve.

(baca juga Cerita Antri)

Tahap II - Seleksi berkas

Dari kelengkapan berkas dan isian orangtua di formulir bisa diperoleh indikasi visi ortu tentang pendidikan anak, ekspektasi ortu terhadap sekolah, dan besar-kecilnya kemungkinan ortu dilibatkan dalam kerja jamaah pendidikan anak. Jika terlihat indikasi perbedaan visi yang sangat jelas, ekspektasi yang tidak bisa dipenuhi di Sekolah Alam,
dan kemungkinan untuk dilibatkan sangat kecil, biasanya langsung gugur di tahap ini.

Tahap III - Wawancara orangtua

Di tahap ini ortu calon siswa (ayah-ibu) diharapkan datang sesuai jadwal. Setelah registrasi akan diminta mengisi lembar komitmen dan rencana kontribusi yang bisa dipilih dari daftar kontribusi (barang-barang penunjang kegiatan belajar mengajar dan operasional sekolah). Pilihan sepenuhnya diserahkan kepada ortu calon siswa, sesuai kemampuan, kesanggupan, dan keikhlasan masing-masing tentunya.
Dan yang pasti, pilihan dan nilai kontribusi tidak menjadi penentu lolos tidaknya ortu calon siswa dari tahapan wawancara ini. Data isian lainnya dalam lembar komitmen dibutuhkan untuk dipertajam dalam wawancara di meja komunitas.

Selanjutnya ortu calon siswa akan diminta menuju ruangan yang sudah ditentukan, untuk mengikuti wawancara di tiga meja. Meja Komunitas, Meja Visi Pendidikan, dan Meja IST (Inclusive Special Treatment). Di ketiga meja ini, bukan hanya pewawancara yang bertanya. Ortu calon siswa diperkenankan (malah sangat diharapkan) bertanya bila ada hal-hal yang masih kurang jelas.

Di meja komunitas pewawancara (pewawancaranya adalah ortu yang duduk di Dewan Sekolah dan Yayasan) berusaha menggali berbagai hal, seperti bagaimana ortu meletakkan pendidikan anak dalam skala prioritas rumahtangganya, apakah akan punya waktu untuk ikut men-support guru di tataran kelas, apakah akan bisa dilibatkan dalam pengelolaan sekolah, apakah berpotensi jadi bagian dari solusi untuk berbagai problem yang dihadapi sekolah, dsb.

Singkat kata, apakah ortu calon siswa ini punya semangat untuk terlibat lebih dan memberi lebih demi pendidikan anaknya dan anak-anak lain di Sekolah Alam. Dan di Sekolah Alam, memberi lebih tidak selalu berarti materi (baca: uang).
Ada ortu calon siswa yang berpotensi memberi materi banyak (penghasilan besar) yang tidak lolos seleksi tahap wawancara ini. Dan tidak sedikit yang kemampuan finansialnya sangat terbatas, tapi terlihat berpotensi memberi lebih (non materi) yang lolos.
(Ortu yang sudah pernah lolos seleksi tahun-tahun sebelumnya pun tidak dijamin bisa lolos seleksi berkas maupun wawancara. Moga-moga bisa jadi koreksi dan introspeksi buat semua).

Wawancara di meja Visi Pendidikan, pewawancaranya guru-guru senior
bertujuan untuk menggali lebih jauh visi ortu calon siswa tentang pendidikan anaknya. Apakah ekspektasi ortu bisa dipenuhi di Sekolah Alam, apakah target hasil pendidikan yang hendak dicapai sesuai dengan konsep pendidikan Sekolah Alam, dan yang terpenting apakah orangtua siap berjamaah dengan guru dalam proses pendidikan anak nantinya.

Wawancara di meja IST bertujuan menggali kemungkinan adanya kebutuhan khusus pada anak, pewawancaranya adalah Shadow Teacher senior yang menangani anak-anak berkebutuhan khusus di Sekolah Alam.

Hasil wawancara kemudian dibahas bersama, tim PPSB dan semua pewawancara mendiskusikan hasil wawancara di meja masing-masing untuk menentukan siapa saja yang bisa melanjutkan ke tahap berikutnya.

Tahap IV - Sit in

Pada tahap ini anak diberi kesempatan mencoba belajar di Sekolah Alam selama 5 hari. Di sini anak sendiri yang menentukan apakah dia mau dan suka bersekolah di Sekolah Alam. Observasi psikologis hanya untuk menguatkan, dan sebagai pengenalan dasar tentang anak yang diperlukan agar guru lebih mudah memahami anak nantinya.

Tahap V - Penyelesaian Administrasi

Di tahap terakhir ini, ortu diminta menandatangani Kesepakatan Kerja Sama dengan pihak sekolah - dalam hal ini Yayasan - serta menyelesaikan persyaratan administrasi sesuai ketentuan.

Tidak lolos seleksi di Sekolah Alam?
Mungkin visi
pendidikan dan target Anda beda.
Mungkin ekspektasi Anda tidak bisa terpenuhi di Sekolah Alam.
Mungkin kerja jamaah seperti di Sekolah Alam tidak cocok buat Anda.
Mungkin pemahaman Anda tentang Sekolah Alam sangat minim.
Yang pasti, tak selembar daun kering pun melayang jatuh,
dan tidak setitik debu pun terbang tanpa seizin Allah.
Pasti ada sekolah lain yang lebih tepat dan baik buat anak Anda.


Selain untuk kepentingan kerja jamaah di atas, proses seleksi di Sekolah Alam pada dasarnya terpaksa dilakukan karena keterbatasan Sekolah Alam sendiri dalam beberapa hal seperti :
- keterbatasan luas lahan (yang sampai sekarang masih sewa) sehingga tidak bisa buka kelas paralel banyak-banyak supaya bisa terima murid sebanyak-banyaknya
- keterbatasan tenaga guru, karena ternyata tidak mudah mencari guru yang memenuhi kualifikasi yang sesuai dengan beratnya tuntutan kerja sebagai guru di Sekolah Alam,
- last but not least, keterbatasan dana yang sampai saat ini hanya bersumber dari kocek orangtua, plus sedikit bantuan dari Diknas.

Maunya Sekolah Alam bisa menerima murid sebanyak-banyaknya,
sepanjang ortunya sevisi tentunya.
Maunya Sekolah Alam bisa semurah-murahnya,
dan sudah berupaya untuk bisa tetap lebih murah dibanding sekolah-sekolah sejenis lainnya ... silakan cek toko sebelah :) .... Tapi come on, biaya hidup di Jakarta kan tau sendiri.
Sedih rasanya karena sampai saat ini belum juga bisa membuat guru-guru Sekolah Alam yang luar biasa dedikasi dan keikhlasannya ini, bisa menikmati kesejahteraan yang sesuai dengan kerja keras mereka.

Dan percaya gak percaya,
siapa yang dengan keras menyatakan tidak setuju
biaya sekolah dinaikkan? Guru-guru.
Pada saat diajukan penyesuaian anggaran, dan perwakilan orang tua di Dewan Sekolah sudah siap menerima kenaikan biaya sekolah... guru-guru menolak. Dan hal ini sudah terjadi 2 tahun berturut-turut.
Alasannya?
Mereka tidak ingin Sekolah Alam jadi sekolah mahal,
dan membuat ortu yang kemampuannya terbatas langsung mundur teratur tidak jadi mendaftarkan anaknya, walaupun sebenarnya di Sekolah Alam ada sistem subsidi silang.

Begitulah, sementara bensin sudah naik berkali-kali, harga-harga kebutuhan pokok juga naik terus, harga obat naik, harga bahan bangunan naik, ... dan biaya sekolah di sekolah lain umumnya otomatis naik tiap tahun, tapi biaya pendidikan di Sekolah Alam untuk tahun ajaran mendatang (2008/20009) masih sama seperti 2 tahun lalu.

Penyesuaian biaya sekolah di Sekolah Alam terakhir dilakukan Tahun Ajaran 2006/2007. Itupun melalui diskusi yang alot di Raker Dewan Sekolah, yang hasilnya kemudian disosialisasikan ke semua orangtua dalam pertemuan maraton Dewan Sekolah dengan ortu semua kelas yang berlangsung selama beberapa akhir pekan.
























Sekolah berkualitas memang tidak mesti mahal,
tapi apakah guru berkualitas tidak berhak dibayar mahal?

Sekolah berkualitas bisa murah, asalkan kerja jamaah komunitasnya jalan. Karena banyak sekali biaya-biaya yang bisa di-nol-kan dengan peran serta komunitas.

Ortu yang punya ilmu terkait dengan hal-hal yang terkait dengan pendidikan anak bisa memberi pelatihan gratis untuk pengayaan dan peningkatan kualitas guru.

Ortu yang arsitek, desainer lansekap, teknik sipil, maupun kontraktor bangunan bisa bantu di bidang pengembangan dan pemeliharaan fasilitas sekolah.

Ortu yang background-nya medis, bisa bikin tim dokter dan membantu mengembangkan UKS sekolah, memberi pelatihan penanganan gawat darurat anak bagi para guru, pemeriksaan kesehatan rutin di sekolah, mencarikan sponsor dari industri farmasi bagi peningkatan kesehatan siswa dan guru, dsb.

Ortu berlatarbelakang tarbiyah, bisa membantu dalam peningkatan ruhiyah seluruh unsur komunitas, termasuk bikin pengajian mbak-mbaknya anak-anak, juga para supir jemputan.

Ortu yang punya keterampilan, pengetahuan, dan keahlian/profesi khusus (memasak, menyulam, berbisnis, dosen, pengrajin, pengusaha, dsb) bisa jadi guru tamu.

Ortu yang punya kendaraan lebih, bisa meminjamkannya untuk kegiatan-kegiatan outing.
Ortu yang punya rumah keluarga di luar kota bisa bantu menyediakan akomodasi saat anak-anak dan guru-gurnya butuh tempat menginap.

Itu semua baru sebagian dari yang sudah dijalankan di Sekolah Alam, dan terbukti telah membantu menjamin keberlangsungan Sekolah Alam. BTW, Sekolah Alam sudah memasuki tahun ke 10 lho... dan selama 10 tahun ini kerja jamaah komunitas Sekolah Alam telah terbukti sangat besar perannya dalam menekan biaya-biaya sekolah.
Karena itulah salah satu poin seleksi yang digali dari orangtua calon siswa adalah adanya semangat memberi lebih. Dan sekali lagi, di Sekolah Alam memberi lebih tidak selalu harus berbentuk materi.













Butir-butir pasir di Play Ground Sekolah Alam ,
contoh kontribusi orangtua


Beberapa cerita tentang keterlibatan orangtua di Sekolah Alam bisa dibaca di:

- Cerita Buku
- Cerita Kontener Bekas
- Cerita Internet Gratis
- Cerita Ciganjur Festival

Mau tahu cerita Sekolah Alam yang lain serta tulisan-tulisan lain tentang Sekolah Alam? Silakan buka arsip cerita (2004-2008) atau klik link-link di sebelah kiri.

Bagaimana kesan mereka yang pernah ke Sekolah Alam? Silakan buka-buka yang di bawah ini :

- Catatan Terpinggirkan
- My Dream School
- Mi Familia
- BPK Penabur
- Cerita Kunjungan dari UK

Mau lihat foto-foto kegiatan siswa maupun komunitasnya? Sebagian ada di sini.


Komunitas Sekolah Alam juga pernah melansir buku kumpulan tulian ortu, siswa, dan guru. Judulnya Menemukan Sekolah yang Membebaskan, terbitan Kawan Pustaka (moga-moga masih bisa ditemukan di toko-toko buku). Review tentang buku ini bisa dibaca di sini. Buku yang sama pernah dicetak untuk kalangan sendiri dengan Judul Sekolah Impian.


4 comments:

Anonymous said...

Jadi inget dulu antri untuk si Key (TKA Bangau) sekarang :)

Seru !

Anonymous said...

Mbak, saya ngikutin polemik Sekolah Alam di blognya Kang Deni.

Memang tak kenal maka tak sayang. Selama ini yang lebih dikenal memang bisnis pendidikan. Sehingga tak heran pula kalau Sekolah Alam Ciganjur yang sebenarnya adalah Sekolah Komunitas pun “disalahpahami” sebagai bisnis berkedok pendidikan :-)

Semoga SA Ciganjur dapat mempertahankan idealismenya. Semakin banyak peminat, memang makin tinggi tantangan.

Kalau boleh usul, tetap pertahankan skala sekolah yang sekarang. Sayang kalau sekolah hilang sisi humanisnya karena makin banyak kelas paralelnya.

Justru yang perlu ditularkan adalah "rahasia" sukses membangun komunitas sehingga seperti sekarang ini". Supaya makin banyak sekolah komunitas yang berkembang atas inisiatif komunitas masing-masing.

salam,
shanty
http://klabmain.multiply.com

Anonymous said...

Mbak, kelupaan tadi itu saya kasih link artikel menarik ttg small school http://www.resurgence.org/resurgence/issues/kumarschool226.htm

Veranita Dwiputri said...

Bunda Key :
Yang tahun lalu, waktu Jakarta lagi banjir besar itu ya mbak?

Shanty :
Alhamdulillah, mudah-mudahan lebih banyak lagi yang seperti Mbak Shanty, paling tidak yang berusaha cari tahu dulu sebelum mengambil kesimpulan. Kelihatannya sih begitu, sejak polemik itu terangkat dan meluas hit di blog-blog Sekolah Alam meningkat drastis... :)

Insya Allah, idealisme dan skalanya SA bisa tetap seperti sekarang. Doakan ya Mbak... Buka kelas paralel memang bukan solusi terbaik spy lebih banyak anak bisa sekolah di SA (saya pikir, sekolah lain buka kelas paralel banyak2 umumnya lebih karena pertimbangan bisnis juga pada akhirnya). Solusinya sebenarnya duplikasi di tempat lain, buka lebih banyak Sekolah Komunitas seperti SA lagi, tapi saat ini kami belum mampu berbuat banyak untuk itu. Yang kami bisa adalah membantu dari segi konsep dan pelatihan guru-nya.

Hampir setiap selasa SA menerima kunjungan dari seluruh Indonesia. Dan Alhamdulillah sudah ada yang mulai menduplikasi konsep SA di daerahnya, contohnya yang baru mau mulai di Balikpapan : http://wargadamai.multiply.com/

Soal 'menularkan', sudah dua bulan ini kami menyusun rencana untuk itu mbak. Insya Allah akan dilaksanakan di bulan Juni mendatang. Senang sekali kalau mbak Shanty mau datang, supaya kita bisa saling berbagi.

Aktivitas Klab Main-nya kayaknya asik juga tuh, tapi kok gak bisa saya add ya?

Makasih juga link-nya.

Salam,
Vera