March 25, 2008

Cerita Ladang Amal di SA

Senin 17 Maret 2008.
03.35 pagi.
Telpon dari Pak Novi :
"Bu, masjid terbakar..."

Innalillahi wa inna ilaihi rojiun
La haula wa laa quwwata illa billah.

Lihat video-nya di sini


Sedih. Sudah pasti.
Tapi ada pasti ada... bahkan banyak hikmahnya.
Salah satu-nya, terbuka lagi ladang amal...
kesempatan beramal jariah dengan membangun kembali masjid ini.

Kapan ya, kita bisa sholat di masjid Al-'Alam lagi...



Hari itu juga,
ibu-ibu yang setiap hari menunggu anak-anak
di saung dekat kantin
mengumpulkan saweran
dan terkumpul 5 juta rupiah lebih.




Esoknya, Selasa 18 Maret 2008,
memanfaatkan momen Market Day
dibuka kotak amal untuk membangun kembali
masjid Al-'Alam dan alhamdulillah
terkumpul dana Rp 19.497.500 plus US$ 100.













Dana yang terkumpul langsung disetor oleh Pak Romy,
Bendahara II Yayasan Alamku,
ke Rekening Infaq Yayasan Alamku di Bank Syariah Mandiri
yang kebetulan dibuka pada hari Senin, 17 Maret 2008 pagi.






Rekening baru ini tadinya diniatkan untuk penggalangan dana infaq/wakaf tunai guna mewujudkan cita-cita Komunitas Sekolah Alam untuk memiliki lahan sendiri, sehingga tidak perlu menyewa lagi. Karena pembangunan Masjid harus didahulukan, maka rekening baru itu dimanfaatkan untuk menampung dana infaq masjid dulu, agar tidak tercampur dengan dana operasional sekolah lainnya. Itu belum termasuk 3 celengan yang disumbangkan oleh anak-anak.









Celengan Ayam-nya Rafi putra Pak Sadat
(Rp 123.850,- )









Celengan Burung & Ikan
dari Reza & Reyhan putra Pak Ananto
(Rp 219.400 dan Rp 127.100)





... serta dari Pak Inung yang bukan anggota Komunitas SA,
beliau menitipkan 2 celengan bekas kemasan kripik kentang
kepada temannya, salah satu ortu siswa SA
(Rp 290.125,- + 190 sen ringgit malaysia).




Subhanallah.
Anak-anak san guru-guru pun bersepakat bahwa hasil penjualan Market Day hari itu akan diinfaqkan buat masjid. Dan selanjutnya di kelas masing-masing, anak-anak akan mengumpulkan infaq dari uang jajan mereka setiap hari. Satu lagi hikmah dari kejadian ini, semoga akan menumbuhkan kebiasaan berinfaq pada anak-anak sampai mereka dewasa nanti. Amin, ya rabbal 'aalamiin.

Ada yang mau ikut berinfaq?


Lihat slide-slide Investasi Akhirat-nya di sini

March 12, 2008

Cerita Seleksi Lagi : Ketua Yayasan Penasaran


Ternyata Cerita Seleksi harus ada sequelnya nih...
Pagi ini, saya dapat imel dari Pak Iwan yang bikin website Sekolah Alam
dan otomatis harus jaga gawang di situs itu,
di sela-sela kesibukan kerjanya.
Isi e-mailnya menceritakan kejadian behind the scene seleksi di SA
yang bikin saya mesem-mesem... sekaligus terharu,
dan makin cinta dengan sekolah anak saya ini.
Atas saran Pak Iwan, cerita ini saya posting di sini
untuk melengkapi Cerita Seleksi dan Cerita Antri
yang saya posting sebelumnya.
Tulisan di bawah ini saya copy paste langsung dari e-mail beliau.

Suatu pagi, saya ditelepon Pak Yoga.
"Pak, pengumumannya kok
belum ada di website ya?" tanya beliau.
"Oh iya Pak. Sebentar ini
saya lagi rapikan file yang dari panitia," jawab saya.
"Iya nih, soalnya saya kan juga lagi daftarin anak saya,
si Aufa. Pingin tahu lolos apa nggak, " lanjutnya.

Telepon kemudian ditutup.
Dalam hati saya mikir, lah Pak Yoga
belum tahu hasilnya?
Hebat nih guru-guru, gak bocor infonya.

Saya memang mendapat sedikit kendala ketika harus
mengumumkan hasil seleksi berkas.
Simple, tapi sering terjadi
pada banyak orang akhir-akhir ini.
File dari panitia dalam format Office 2007,
plus ada yang Microsoft Publisher.
Berhubung program di komputer saya masih jadul,
jadi terpaksa download converter dulu.
Yang dalam MS Publisher saya minta Bu Myra
untuk menuliskan ulang teksnya.
Malamnya Bu Myra bahkan mengirim SMS ke saya
yang berisi teks pengumuman itu :)
karena komputer beliau kemudian ngadat.
Perlu dicatat bahwa Bu Myra
mengirimkan email itu dari rumah
dan relatif sudah larut malam.
Luar biasa.

Setelah sukses konversi file
dan merapikan supaya agak rapi
kalau ditayangkan di website,
pengumuman saya upload.
Sambil menunggu proses saya lihat nama Aufa,
anaknya Pak Yoga, ada di nomor urut 7.
Hehehe. Untung PG, jadi kuotanya banyak.
Apa kata dunia kalau
Ketua Yayasan anaknya gak bisa masuk SA :)

Poinnya adalah betapa teguh
panitia PSB memegang amanah
untuk menyeleksi dan mengumumkannya
hanya pada waktu yang telah ditentukan,
lewat medium yang telah disepakati.
Betapa teguh juga Ketua Yayasan
untuk tidak "mengintervensi" panitia,
walau sekedar bertanya anaknya ada dalam daftar nggak.

Kalau kata Mario Teguh, hanya ada dua kata: Luar Biasa.

Iwan
Saya lantas teringat percakapan dengan Pak Abdul Rahman
(Gurunya kelasnya Luthfi sekarang
- yang oleh teman-temannya sesama guru dipanggil Habib -
yang bertugas di Penerimaan Siswa Baru tahun ini
yang juga Wakil Ketua Yayasan Alamku,
anggota Komisi Kontribusi dan Konversi d/h Komisi Subsidi Silang,
dan juga orangtua murid karena putrinya murid SA juga),
waktu saya nanya:
"Pak, saya dengar ada orangtua lama yang gak lolos?"
"Ada Bu, beberapa bahkan gak lolos di seleksi berkas,
soalnya track record-nya kurang ok...
Untuk ortu lama kita memang melihat track record,
walaupun isian formulirnya bagus kalau track record-nya gak bagus
poinnya bisa jadi minus.
Kalo yang track record-nya bagus malah langsung dapat plus poin.
Kayak Pak Yoga, kalo isian di formulirnya sih standar aja ...
tapi karena track record-nya bagus poinnya langsung melejit!"
Subhanallah...
Adapun yang dimaksud track record oleh Pak Abdul
terkait dengan kerja jamaah yang saya uraikan di Cerita Seleksi.
Baik kerja jamaah dengan guru yang mendidik anak-anaknya,
maupun seberapa besar kepedulian dan keterlibatannya
dalam pengelolaan sekolah.
Sedikit bocoran buat temen-temen ortu di SA yang berencana
daftarin anak tahun depan...
kalo pernah jadi Dewan Kelas poinnya plus tuh!
Buat yang belum pernah...
masih ada kesempatan di pemilihan DK awal Tahun Ajaran Baru nanti :)

Hmm... foto apa yang cocok buat posting ini ya?
Rasanya saya pernah motret Pak Yoga yang Ketua Yayasan
lagi ngepel/mengeringkan genangan air di pelataran mesjid deh...
saya cari dulu deh, nanti kalo ketemu saya pajang di sini.

March 08, 2008

Cerita Seleksi

Seleksi. Seleksi. Seleksi.

Hidup tak pernah lepas dari proses seleksi.
Ada seleksi yang alamiah, ada yang dirancang.
Mulai dari seleksi bibit unggul saat sel sperma berusaha membuahi sel telur, seleksi calon karyawan, seleksi calon pendamping, sampai seleksi American Idol, ...



Menyeleksi atau Diseleksi?


Kalau hari-hari ini di Amerika sedang seru-serunya seleksi kandidat calon presiden, satu dua bulan ke depan dunia pendidikan di Indonesia memasuki musim seleksi calon siswa.

Bicara soal urusan seleksi murid baru ini, saya jadi teringat seorang Bapak yang luar biasa, yang justru menyeleksi sekolah-sekolah buat anaknya.

Dimulai dari browsing lewat internet dan cari info lewat milis-milis,
dilanjutkan dengan mengunjungi satu-satu sekolah yang sudah masuk list-nya. Total ada 21 sekolah yang didatanginya. 21 sekolah!!!
Dan semuanya sekolah unggulan.

Mulanya pengusaha dari Surabaya yang harus cari sekolah buat anak-anaknya karena berencana hijrah ke Jakarta ini datang sendiri. Lalu ke beberapa sekolah yang dinilai mendekati kriterianya, Bapak ini mengajak istrinya. Terakhir anak-anaknya diajak juga melihat dan menilai sendiri apakah mereka suka dengan calon-calon sekolah pilihan orangtuanya.
Lucky kids!

Kalaupun pada akhirnya pilihan jatuh ke Sekolah Alam,
itu bukan karena beliau tidak mampu menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah unggulan lain - yang bikin Sekolah Alam jadi terasa sangat murah (walaupun banyak juga sih, yang bilang mahal…) - tapi semata-mata karena beliau merasa konsep dan visi pendidikan Sekolah Alam sesuai dengan konsep dan visinya tentang pendidikan anak.
Alhamdulillahirobbil’alamiin…

Salah satu hal yang membuat beliau sangat terkesan dengan Sekolah Alam adalah saat mendapat informasi bahwa di Sekolah Alam yang diseleksi adalah orangtua calon siswa. Bukan calon siswanya sendiri.

Hebatnya lagi, setelah mantap dengan pilihan sekolah buat anaknya... baru Bapak ini hunting rumah. Untuk tempat tinggal ini, kriteria utama beliau... tidak jauh dari sekolah. Sekarang mereka tinggal di rumah yang jarak tempuhnya dengan kendaraan gak sampe 5 menit dari Sekolah Alam. Subhanallah!


Seleksi di Sekolah Alam

Di Sekolah Alam sendiri, jauh sebelum musim sekolah buka pendaftaran murid baru ... kesibukan terkait dengan persiapan penerimaan siswa sudah dimulai. Pendaftaran biasanya dibuka di awal Februari. Tapi kerja Tim PPSB (Panitia Penerimaan Siswa Baru) sudah dimulai sejak beberapa bulan sebelumnya, yaitu di awal November.

Kenapa persiapannya harus jauh-jauh hari?
Karena proses seleksi penerimaan siswa-nya juga panjang.
Dari pembelian formulir, seleksi berkas, wawancara orangtua, sit in (coba sekolah di SA 5 hari), sampai pengumuman daftar siswa baru bisa makan waktu sampai 3 bulanan. Padahal yang diseleksi tidak banyak, tidak sampai 100 orang, karena tempat yang tersedia juga tidak banyak, hanya 50-an untuk tingkat PG, TK, dan SD.


Kenapa serumit itu?
Karena Sekolah Alam tidak menyeleksi anak.
Kalau seleksi anak, cukup anaknya yang di tes kan? Bisa tes akademik/calistung, tes kematangan sekolah, tes IQ, dan tes2 yang lain. Paling lama seminggu sudah bisa keluar hasilnya. Karena semua tes itu bisa dilakukan secara massal, 2-3 hari selesai.

Mengapa bukan anak yang diseleksi?
Karena setiap anak berhak mendapatkan pendidikan terbaik, dan di Sekolah Alam, setiap anak diyakini punya potensi yang bisa dikembangkan. (Baca juga Cerita Seto)

Lalu yang di seleksi siapa?
Orangtuanya.
Kenapa orangtuanya yang diseleksi?
Karena sejatinya tugas mendidik anak adalah tugas orangtua.

Karena anak adalah amanah Allah,
dan kelak kitalah sebagai orangtua yang akan dimintakan pertanggungjawaban tentang pendidikan mereka.

Jika sebagai orangtua, karena segala keterbatasan (waktu, tenaga, pengetahuan, biaya, fasilitas) kita terpaksa harus melibatkan pihak lain (sekolah) dalam proses pendidikan anak kita, maka konsekuensinya proses pendidikan anak kita haruslah menjadi sebuah kerja jamaah.

Begitulah Sekolah Alam memandang proses pendidikan anak, sebuah kerja jamaah. Kerja jamaah seluruh orangtua dan guru.
Dengan kata lain, Sekolah Alam adalah Sekolah Berbasis Komunitas.
Di mana semua anggota komunitas adalah pemilik sekolah.
Pemilik Sekolah Alam bukan pribadi tertentu, atau sekelompok orang yang duduk di Yayasan. Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan adalah anggota komunitas Sekolah Alam juga, yaitu orang tua dan guru dalam komposisi yang berimbang.
Karena Pemilik Sekolah Alam adalah seluruh komunitas Sekolah Alam, maka tumbuh kembangnya sekolah menjadi tanggungjawab bersama.

Untuk sebuah kerja jamaah mendidik anak, dibutuhkan mereka yang punya kesesuaian visi tentang pendidikan anak. Apalagi dalam banyak hal Sekolah Alam berbeda sekali dengan sekolah pada umumnya. Targetnya beda, metode belajarnya beda, sampai pengelolaan sekolahnya pun beda. Ketidaksiapan orangtua menerima perbedaan-perbedaan ini akan menimbulkan banyak kendala dalam proses pendidikan anak, yang pada akhirnya akan merugikan anak sendiri, dan seringkali juga merugikan teman-temannya, guru-gurunya, bahkan bukan tidak mungkin merugikan banyak orangtua yang lain.

Pada kenyataannya, banyak orangtua tidak siap untuk kerja jamaah seperti ini. Mungkin karena sudah terbiasa dengan paradigma beli jasa (ortu = konsumen dan sekolah =penjual jasa).
Tunaikan kewajiban administratif (bayar), tidak mau tahu prosesnya, yang penting hasilnya.
Hasil tidak memuaskan, tinggal complain.
Apalagi kalau merasa sudah membayar mahal.

Banyak ortu yang merasa kewajibannya mendidik anak selesai dengan memilih sekolah unggulan dan membayar mahal. Bisa jadi ortu-ortu seperti inilah yang menumbuhsuburkan minat banyak pebisnis untuk jadi ‘pedagang sekolah’ karena melihat peluang pasar yang sangat menjanjikan keuntungan besar.

(Baca juga yang satu ini: Anak Sekolah Kita Salah Asuhan (Didikan)?)

Proses seleksi calon siswa (baca: ortu calon siswa)
di Sekolah Alam melalui beberapa tahapan.

Tahap I - Pembelian Formulir

Aturan mainnya sederhana : first come, first serve.

(baca juga Cerita Antri)

Tahap II - Seleksi berkas

Dari kelengkapan berkas dan isian orangtua di formulir bisa diperoleh indikasi visi ortu tentang pendidikan anak, ekspektasi ortu terhadap sekolah, dan besar-kecilnya kemungkinan ortu dilibatkan dalam kerja jamaah pendidikan anak. Jika terlihat indikasi perbedaan visi yang sangat jelas, ekspektasi yang tidak bisa dipenuhi di Sekolah Alam,
dan kemungkinan untuk dilibatkan sangat kecil, biasanya langsung gugur di tahap ini.

Tahap III - Wawancara orangtua

Di tahap ini ortu calon siswa (ayah-ibu) diharapkan datang sesuai jadwal. Setelah registrasi akan diminta mengisi lembar komitmen dan rencana kontribusi yang bisa dipilih dari daftar kontribusi (barang-barang penunjang kegiatan belajar mengajar dan operasional sekolah). Pilihan sepenuhnya diserahkan kepada ortu calon siswa, sesuai kemampuan, kesanggupan, dan keikhlasan masing-masing tentunya.
Dan yang pasti, pilihan dan nilai kontribusi tidak menjadi penentu lolos tidaknya ortu calon siswa dari tahapan wawancara ini. Data isian lainnya dalam lembar komitmen dibutuhkan untuk dipertajam dalam wawancara di meja komunitas.

Selanjutnya ortu calon siswa akan diminta menuju ruangan yang sudah ditentukan, untuk mengikuti wawancara di tiga meja. Meja Komunitas, Meja Visi Pendidikan, dan Meja IST (Inclusive Special Treatment). Di ketiga meja ini, bukan hanya pewawancara yang bertanya. Ortu calon siswa diperkenankan (malah sangat diharapkan) bertanya bila ada hal-hal yang masih kurang jelas.

Di meja komunitas pewawancara (pewawancaranya adalah ortu yang duduk di Dewan Sekolah dan Yayasan) berusaha menggali berbagai hal, seperti bagaimana ortu meletakkan pendidikan anak dalam skala prioritas rumahtangganya, apakah akan punya waktu untuk ikut men-support guru di tataran kelas, apakah akan bisa dilibatkan dalam pengelolaan sekolah, apakah berpotensi jadi bagian dari solusi untuk berbagai problem yang dihadapi sekolah, dsb.

Singkat kata, apakah ortu calon siswa ini punya semangat untuk terlibat lebih dan memberi lebih demi pendidikan anaknya dan anak-anak lain di Sekolah Alam. Dan di Sekolah Alam, memberi lebih tidak selalu berarti materi (baca: uang).
Ada ortu calon siswa yang berpotensi memberi materi banyak (penghasilan besar) yang tidak lolos seleksi tahap wawancara ini. Dan tidak sedikit yang kemampuan finansialnya sangat terbatas, tapi terlihat berpotensi memberi lebih (non materi) yang lolos.
(Ortu yang sudah pernah lolos seleksi tahun-tahun sebelumnya pun tidak dijamin bisa lolos seleksi berkas maupun wawancara. Moga-moga bisa jadi koreksi dan introspeksi buat semua).

Wawancara di meja Visi Pendidikan, pewawancaranya guru-guru senior
bertujuan untuk menggali lebih jauh visi ortu calon siswa tentang pendidikan anaknya. Apakah ekspektasi ortu bisa dipenuhi di Sekolah Alam, apakah target hasil pendidikan yang hendak dicapai sesuai dengan konsep pendidikan Sekolah Alam, dan yang terpenting apakah orangtua siap berjamaah dengan guru dalam proses pendidikan anak nantinya.

Wawancara di meja IST bertujuan menggali kemungkinan adanya kebutuhan khusus pada anak, pewawancaranya adalah Shadow Teacher senior yang menangani anak-anak berkebutuhan khusus di Sekolah Alam.

Hasil wawancara kemudian dibahas bersama, tim PPSB dan semua pewawancara mendiskusikan hasil wawancara di meja masing-masing untuk menentukan siapa saja yang bisa melanjutkan ke tahap berikutnya.

Tahap IV - Sit in

Pada tahap ini anak diberi kesempatan mencoba belajar di Sekolah Alam selama 5 hari. Di sini anak sendiri yang menentukan apakah dia mau dan suka bersekolah di Sekolah Alam. Observasi psikologis hanya untuk menguatkan, dan sebagai pengenalan dasar tentang anak yang diperlukan agar guru lebih mudah memahami anak nantinya.

Tahap V - Penyelesaian Administrasi

Di tahap terakhir ini, ortu diminta menandatangani Kesepakatan Kerja Sama dengan pihak sekolah - dalam hal ini Yayasan - serta menyelesaikan persyaratan administrasi sesuai ketentuan.

Tidak lolos seleksi di Sekolah Alam?
Mungkin visi
pendidikan dan target Anda beda.
Mungkin ekspektasi Anda tidak bisa terpenuhi di Sekolah Alam.
Mungkin kerja jamaah seperti di Sekolah Alam tidak cocok buat Anda.
Mungkin pemahaman Anda tentang Sekolah Alam sangat minim.
Yang pasti, tak selembar daun kering pun melayang jatuh,
dan tidak setitik debu pun terbang tanpa seizin Allah.
Pasti ada sekolah lain yang lebih tepat dan baik buat anak Anda.


Selain untuk kepentingan kerja jamaah di atas, proses seleksi di Sekolah Alam pada dasarnya terpaksa dilakukan karena keterbatasan Sekolah Alam sendiri dalam beberapa hal seperti :
- keterbatasan luas lahan (yang sampai sekarang masih sewa) sehingga tidak bisa buka kelas paralel banyak-banyak supaya bisa terima murid sebanyak-banyaknya
- keterbatasan tenaga guru, karena ternyata tidak mudah mencari guru yang memenuhi kualifikasi yang sesuai dengan beratnya tuntutan kerja sebagai guru di Sekolah Alam,
- last but not least, keterbatasan dana yang sampai saat ini hanya bersumber dari kocek orangtua, plus sedikit bantuan dari Diknas.

Maunya Sekolah Alam bisa menerima murid sebanyak-banyaknya,
sepanjang ortunya sevisi tentunya.
Maunya Sekolah Alam bisa semurah-murahnya,
dan sudah berupaya untuk bisa tetap lebih murah dibanding sekolah-sekolah sejenis lainnya ... silakan cek toko sebelah :) .... Tapi come on, biaya hidup di Jakarta kan tau sendiri.
Sedih rasanya karena sampai saat ini belum juga bisa membuat guru-guru Sekolah Alam yang luar biasa dedikasi dan keikhlasannya ini, bisa menikmati kesejahteraan yang sesuai dengan kerja keras mereka.

Dan percaya gak percaya,
siapa yang dengan keras menyatakan tidak setuju
biaya sekolah dinaikkan? Guru-guru.
Pada saat diajukan penyesuaian anggaran, dan perwakilan orang tua di Dewan Sekolah sudah siap menerima kenaikan biaya sekolah... guru-guru menolak. Dan hal ini sudah terjadi 2 tahun berturut-turut.
Alasannya?
Mereka tidak ingin Sekolah Alam jadi sekolah mahal,
dan membuat ortu yang kemampuannya terbatas langsung mundur teratur tidak jadi mendaftarkan anaknya, walaupun sebenarnya di Sekolah Alam ada sistem subsidi silang.

Begitulah, sementara bensin sudah naik berkali-kali, harga-harga kebutuhan pokok juga naik terus, harga obat naik, harga bahan bangunan naik, ... dan biaya sekolah di sekolah lain umumnya otomatis naik tiap tahun, tapi biaya pendidikan di Sekolah Alam untuk tahun ajaran mendatang (2008/20009) masih sama seperti 2 tahun lalu.

Penyesuaian biaya sekolah di Sekolah Alam terakhir dilakukan Tahun Ajaran 2006/2007. Itupun melalui diskusi yang alot di Raker Dewan Sekolah, yang hasilnya kemudian disosialisasikan ke semua orangtua dalam pertemuan maraton Dewan Sekolah dengan ortu semua kelas yang berlangsung selama beberapa akhir pekan.
























Sekolah berkualitas memang tidak mesti mahal,
tapi apakah guru berkualitas tidak berhak dibayar mahal?

Sekolah berkualitas bisa murah, asalkan kerja jamaah komunitasnya jalan. Karena banyak sekali biaya-biaya yang bisa di-nol-kan dengan peran serta komunitas.

Ortu yang punya ilmu terkait dengan hal-hal yang terkait dengan pendidikan anak bisa memberi pelatihan gratis untuk pengayaan dan peningkatan kualitas guru.

Ortu yang arsitek, desainer lansekap, teknik sipil, maupun kontraktor bangunan bisa bantu di bidang pengembangan dan pemeliharaan fasilitas sekolah.

Ortu yang background-nya medis, bisa bikin tim dokter dan membantu mengembangkan UKS sekolah, memberi pelatihan penanganan gawat darurat anak bagi para guru, pemeriksaan kesehatan rutin di sekolah, mencarikan sponsor dari industri farmasi bagi peningkatan kesehatan siswa dan guru, dsb.

Ortu berlatarbelakang tarbiyah, bisa membantu dalam peningkatan ruhiyah seluruh unsur komunitas, termasuk bikin pengajian mbak-mbaknya anak-anak, juga para supir jemputan.

Ortu yang punya keterampilan, pengetahuan, dan keahlian/profesi khusus (memasak, menyulam, berbisnis, dosen, pengrajin, pengusaha, dsb) bisa jadi guru tamu.

Ortu yang punya kendaraan lebih, bisa meminjamkannya untuk kegiatan-kegiatan outing.
Ortu yang punya rumah keluarga di luar kota bisa bantu menyediakan akomodasi saat anak-anak dan guru-gurnya butuh tempat menginap.

Itu semua baru sebagian dari yang sudah dijalankan di Sekolah Alam, dan terbukti telah membantu menjamin keberlangsungan Sekolah Alam. BTW, Sekolah Alam sudah memasuki tahun ke 10 lho... dan selama 10 tahun ini kerja jamaah komunitas Sekolah Alam telah terbukti sangat besar perannya dalam menekan biaya-biaya sekolah.
Karena itulah salah satu poin seleksi yang digali dari orangtua calon siswa adalah adanya semangat memberi lebih. Dan sekali lagi, di Sekolah Alam memberi lebih tidak selalu harus berbentuk materi.













Butir-butir pasir di Play Ground Sekolah Alam ,
contoh kontribusi orangtua


Beberapa cerita tentang keterlibatan orangtua di Sekolah Alam bisa dibaca di:

- Cerita Buku
- Cerita Kontener Bekas
- Cerita Internet Gratis
- Cerita Ciganjur Festival

Mau tahu cerita Sekolah Alam yang lain serta tulisan-tulisan lain tentang Sekolah Alam? Silakan buka arsip cerita (2004-2008) atau klik link-link di sebelah kiri.

Bagaimana kesan mereka yang pernah ke Sekolah Alam? Silakan buka-buka yang di bawah ini :

- Catatan Terpinggirkan
- My Dream School
- Mi Familia
- BPK Penabur
- Cerita Kunjungan dari UK

Mau lihat foto-foto kegiatan siswa maupun komunitasnya? Sebagian ada di sini.


Komunitas Sekolah Alam juga pernah melansir buku kumpulan tulian ortu, siswa, dan guru. Judulnya Menemukan Sekolah yang Membebaskan, terbitan Kawan Pustaka (moga-moga masih bisa ditemukan di toko-toko buku). Review tentang buku ini bisa dibaca di sini. Buku yang sama pernah dicetak untuk kalangan sendiri dengan Judul Sekolah Impian.


March 05, 2008

Cerita Antri

Cultural values of egalitarianism and orderliness are related to respect for the principle of service according to order of arrival which is embodied in the idea of a queue.
Leon Mann, Queue Culture: The Waiting Line as a Social System
The American Journal of Sociology, Vol. 75, No. 3 (Nov., 1969)

Antrian bisa kita temui di mana-mana. Di ATM, di loket stasiun kereta atau bioskop, di kemacetan jalan, di kasir super market, di agen minyak tanah, di foodcourt saat lunch time... Pada umumnya orang antri karena punya kepentingan/kebutuhan yang sama pada saat yang bersamaan pula.

Bicara soal antri mengantri ini, banyak yang bilang orang Indonesia tidak punya budaya antri. Kalau kita search kata antri di google, akan kita temui banyak tulisan orang yang kesal dengan oknum-oknum yang tidak punya budaya antri, yang suka motong atau nyelak antrian ini. Bahkan ada sebuah blog khusus yang mengumpulkan tulisan tentang antri-mengantri ini.

Sebulan lalu, tepatnya Sabtu 2 Februari 2008, ada antrian di Sekolah Alam. Sederetan ortu calon siswa duduk dalam antrian di bawah tenda yang terpasang di depan gerbang bambu Sekolah Alam. Mereka antri untuk beli formulir pendaftaran, dan ternyata di antaranya ada yang datang pukul 02.30 dinihari, padahal Panitia Penerimaan Siswa Baru (PPSB) baru buka konter penjualan formulir pukul 07.30. Kenapa harus datang sedini hari itu? Mungkin karena takut tidak kebagian formulir. Formulir yang disediakan panitia memang tidak banyak, karena kuota siswa baru juga sedikit. Kalau tempat yang tersedia untuk 10 siswa baru, maka yang bisa beli formulir hanya 13-15 orang. Padahal kalo sekolah mau cari duit, bisa jual formulir sebanyak peminat. Tapi itu kan artinya akan makin banyak yang berharap dan makin banyak yang bakal kecewa jika akhirnya tidak dapat tempat.

Di antara pengantri pagi itu, banyak juga wajah-wajah lama. Bahkan Ketua Yayasan, juga ngantri. Dalam penerimaan siswa baru, di Sekolah Alam memang tidak ada pengecualian untuk orangtua. Pengecualian hanya diberikan kepada anak guru, karena sesuai kebijaksanaan sejak awal berdirinya Sekolah Alam, setiap guru Sekolah Alam punya hak menyekolahkan anaknya tanpa dikenakan biaya-biaya pendidikan, sebagai imbalan dari kerja keras mereka mendidik puluhan anak lain.

Salah satu ortu lama yangterlihat pagi itu adalah Pak Teguh Iman Perdana (penulis buku Ngefriend sama Islam), yang juga adalah Sekretaris I Yayasan Alamku (Sekedar info: Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan Alamku adalah orangtua dan guru dalam komposisi berimbang yang mencerminkan kepemilikan bersama atas sekolah ini ... dan tak satu pun dari mereka yang mendapatkan keuntungan secara finansial, maupun privilege lain dengan duduk di Yayasan... buktinya mau beli formulir pendaftaran harus antri juga seperti yang lain). Beliau menuliskan pengalamannya antri pagi itu di IFSA (buletin Sekolah Alam). Atas izin Pak Teguh tulisan tersebut saya posting di sini.

Hanya sekedar ungkapan perasaan saja, melihat sejak pagi buta, beberapa orang tua murid sudah kasak-kusuk menyusun antrean, di Ciganjur yang dingin usai Jakarta ditimpa hujan semalaman yang mengubahnya menjadi kolam raksasa seperti biasa. Saat muadzin di kejauhan berseru-seru mendayu
"ash sholaatu khoirum minannauumm...",
belasan kursi antrian yang tersedia, sudah mulai dipenuhi calon orang tua murid. Apakah ini pemandangan antrian mengambil kesempatan beasiswa gratis Uni Eropa atau Amerika Serikat? Orang luar yang diberi tahu pasti akan mengernyitkan keningnya: ini pendaftaran sekolah untuk anak sekolah usia sekolah dasar!

(... dan TK! ... dan PG!)

Begitulah, antrian bahkan telah terpenuhi saat Buletin Pagi RCTI mulai mengudara. Rapi dan tertib, persis seperti warga negara Amerika Serikat menghadapi pemilu. Saya bergumam, kalau saja seorang pengamat pemilu internasional lewat disini, sepintas dia pasti akan menahan napas saking kagumnya. Emosinya bakal membuncah, dan jangan-jangan air matanya diam-diam menetes. Dia pikir, inilah sikap demokratis warga negara Indonesia kelas menengah perkotaan, yang begitu antusias menunggu giliran pencoblosan. Salah besar! Kami sedang mengantri untuk masa depan anak-anak kami!

Begitulah fenomena Sekolah Alam yang kembali mengusik relung hati sekian banyak orang. Pemandangan aneh ini ternyata bukan sekarang ini saja, tapi konon sudah terjadi sejak tahun lalu. Lebih lucu lagi, disaat sekolah lain sibuk merayu calon murid baru dengan berbagai spanduk yang mirip perang diskon terbuka antar departemen store itu, SA justru "mati-matian" tidak melakukan promosi apa pun untuk penerimaan murid barunya. "Kalau diumumkan, yang ada orang akan marah, karena kapasitas kita terlalu sedikit, sementara peminatnya, ya...bapak lihat sendiri" jelas pak Abdul Rahman sambil tersenyum. Ini jelas bukan senyum ahli marketing, karena ketua penerimaan murid baru SA itu jelas bukan sedang berpromosi.

Apa arti semua ini? Buat kami, orang tua dari 4 anak yang kembali mendaftarkankan putra ketiganya meski dua anak telah diterima (dan satu anak bahkan telah kembali padaNYA dengan "predikat membahagiakan" sebagai alumni SA), inilah wujud keyakinan kami terhadap kualitas Sekolah Alam. Ada keyakinan dan kepercayaan yang sulit difahami, dan diukur dengan kata-kata, tapi hasilnya nyata, yang mendorong kami kembali mendaftarkan si kecil Mumtaz mengikuti jejak kedua kakaknya: Tisa (kini duduk di SL 8) dan Syifa (terakhir, almarhumah duduk di kelas 4).
Keyakinan yang tak terbahasakan, tapi terbuktikan
(Oh, ini jadi mirip slogan Toyota ya?)

Ah, adzan Maghrib telah terdengar saat laporan ini saya tulis. Semua kisah di atas menyiratkan pesan, bahwa tugas mempertahankan amanah dan kepercayaan ini, justru tengah menghadang. Semoga Allah SWT menjaga dan melindungi segenap civitas komunitas SA menuju keridhaanNYA. Aamiin.


Untuk perbaikan pelaksanaan Penerimaan Siswa Baru ke depan, PPSB meminta masukan berupa kesan, kritik, dan saran dari semua yang ikut antri pagi itu. Beberapa di antaranya ada yang merasa sudah baik, rapi, adil, profesional dan manusiawi:


Sistem pendaftaran sudah cukup 'fair'
walaupun ortu harus datang pagi-pagi buta untuk ambil formulir.
Mgkn bisa didiskusikan alternatif/cara supaya ortu tidak perlu
datang sepagi ini.


Sistem pendaftaran sudah bagus.
Adil & rapi. Ok.


Pendaftaran Overview
Pada dasarnya sistem sudah berjalan dengan baik
dan juga petugasnya informatif & komunikatif.
Ada satu adat yang harus tetap dipertahankan.
Tentang nomor urut, yang menurut saya
bisa jadi brand market Sekolah Alam.
Nomor urut daftar yang membuat orang tua murid datang
sebelum subuh pada hari pendaftaran ini hanya ada di sekolah ini.


Subhanallah, cukup bagus proses pendaftarannya, melatih kesabaran,
melatih diri untuk selalu siap menghadapi tantangan dll.
Saran saya mohon proses seperti ini dipertahankan!!!
Jazakumullah khairan jazaa.


Untuk Sistem pendaftaran sangat sistematis dan praktis,
lebih menunjukkan profesionalitas sistem pendidikan.
Untuk sistem kuota, saya sarankan mungkin lebih diperbesar
jumlah siswa, karena minat para ortu sangat besar.


Saran:
- u/ pembayaran & pengambilan formulir
tdk perlu menunggu kursi penuh
- tenda dilengkapi penerangan -> bisa baca sambil menunggu
- kursi tunggu diberi nomor

Pujian:
- tepat waktu
- manusiawi (ada tenda, kursi, dan snack)

Tapi ada juga yang bilang perlu lebih efisien, simpel dan praktis:


Proses pendaftaran antrian dsb, harusnya bisa lebih efisien sehingga
tidak perlu menunggu lama hanya untuk mengambil formulir.
Tolong untuk selanjutnya dibuat simple, efisien, dan praktis.


Ada yang usul pendaftaran dibuka lebih pagi.
Kalau lebih pagi, bukannya nanti pada datang sejak midnight?
... atau bahkan jadi kemping seperti yang mau nonton konser?


"SARAN UNTUK PENDAFTARAN TAHUN DEPAN"
-> Karena semua sudah tahu antriannya dari pagi
bahkan malam sebelumnya,
maka buka loketnya bisa lebih awal. misal pkl 06.00 Hehehe.


Bisa dipertimbangkan untuk membuka pendaftaran lebih pagi, yaitu jam 7.00.
So far sdh bagus, tertib dan on time. Panitia juga kooperatif dan ramah2


Ada yang menyoroti masalah daftar hadir.
Menurut Panitia, daftar hadir
tidak disediakan dari awal karena khawatir ada yang datang untuk isi daftar hadir saja, lalu pulang dulu. Tapi ada ortu yang berinisiatif membuat daftar hadir supaya jelas urutan siapa yang hadir lebih dulu.


Sarannya: Kalau bisa sistem daftar hadir sudah dipersiapkan lebih rapi.
Dan panitia sudah siap hadir mendampingi para calon wali murid sejak pagi/subuh.
Kritiknya : Petunjuk utk absen pd saat awal datang tidak ada
Saran : U/ yg akan datang ada tulisan (petunjuk u/ absen,
krn ada yang baru datang bingung ... langsung duduk.


Antrian dikasih daftar hadir yang dijaga sama Satpam.
Supaya peserta antrian tidak rebutan,
Yang sudah tulis nama di daftar antrian jika akan keluar antrian
mau sholat atau lainnya harus ijin Satpam


Ada yang kedinginan, kelaparan, dan butuh hiburan ... :)


Ada TV
Ada Bubur Ayam dan Kacang Ijo
Ada lawak
Ada Api unggun (karena dingin)



Sistem antrian sudah baik,
hanya kursinya agak kurang banyak.

Antrinya tertib.


Sebaiknya Panitia menayangkan Profil Sekolah Alam
selama orang tua menunggu.


Kritik: Tidak ada sih, so far so good, so rapih so to Betawi!
Saran : Pertahankan!! Kalo perlu sejak awal TV nya ditaruh di Pos Satpam.
Lumayan buat hiburan yang datang pagi-pagi buta :)


... ada yang malah menikmati bisa sharing dengan teman baru.

Antri daftarnya cukup mengasyikkan/teratur,
(dapat teman baru > sharing).


Ada yang mudah dapat info, tapi susah nyari lokasi karena kurang rambu ...
dan masih gelap mungkin?


Sistem pendaftaran sudah sangat baik.
Informasi mudah didapat baik melalui web
atau bertanya/nelpon langsung ke sekolah alam

Mohon untuk selanjutnya dipermudah lagi
rambu penunjuk sekolah dari jalan besar
agar mudah untuk mencarinya,
karena banyak yang kesulitan mencarinya.


... dan ada yang masih kurang info.


Informasikan tentang tujuan wawancara.
Arahan tentang syarat diterima atau tidak,
apakah bila mendapatkan formulir (tidak waiting list) pasti masuk?


Ada yang senang tidak ada pembedaan...


Pendaftaran tgl 2-2-2006, untuk masuk ke Sekolah Alam
sangat tertib dan bagus.
Tidak membeda-bedakan pada para calon siswa
(tidak ada istilah orang dalam).
Bravo...


... ada yang minta dibedakan :)


EVALUASI
Untuk sistim pendaftaran yg seperti tadi (antri) memang baik,
akan tetapi apakah bisa diberlakukan bagi wali murid yang sebelumnya
telah menyekolahkan anaknya lebih dulu di sini
mendapatkan kebijaksanaan
atau katakanlah kemudahan untuk mendaftar.
Dalam artian prioritas dapat diterima di sekolah ini tanpa
proses yang berbelit-belit (seperti mendaftarkan anak-anak dulu).
Kami katakan ini krn kami percaya bahwa sekolah ini
tepat & baik bagi anak kami.
Apalagi didasari keinginan anak manakala menjemput kakaknya
sekolah di sini & selalu ribut minta di sekolahkan di sini TKnya.
Satu hal lagi, kami kaget
karena yang mendaftar mulai datang jam 3 pagi.
(Panitia juga kaget tuh...)

Ada yang usul antrian dipisah per level. Good idea nih... jadi yang sudah tahu bakal tidak kebagian formulir lagi, bisa isi daftar waiting list dan langsung pulang ya...

Antrian dipisahkan per level kelas,
sehingga tahu jumlah yang sudah ngantri.


Kalo yang di bawah ini, anak-anak TK Sekolah Alam
lagi antri cuci tangan menjelang snack time.


Budaya antri memang harus ditanamkan sejak dini.
Dimulai dengan teladan dari kita sebagai orangtua, tentunya...