Kesan Awal
Pada awalnya, aku amat terkesan ketika mendengar
cerita mama-nya Emily tentang Sekolah Alam.
"Saat tema pelajaran tentang rumah,
anak-anak diajak outing
untuk melihat dari dekat berbagai macam rumah,
dari rumah kardus sampai rumah mewah"
(waktu itu, Emily yang semula sekelas dengan Luthfi
di TK Al-Fauzien, sudah lebih dulu masuk Sekolah Alam)
Apalagi waktu aku mendengar dari guru TK Luthfi,
bahwa Sekolah Alam mengambil idenya dari buku Totto Chan.
Wah, sejak dipinjami buku Totto Chan oleh adikku,
... aku selalu mengangankan
ada sekolah seperti sekolahnya Totto Chan.
Penasaran.
Kuajak Luthfi bersama papanya mengunjungi Sekolah Alam.
(waktu itu lokasinya masih di Jl. Damai,
lokasi Citra Alam sekarang)
Lokasinya yang tersembunyi di tengah pemukiman penduduk
ternyata tidak sukar dicari.
Dari tempat parkir tampak di bawah sana saung-saung kelas
lengkap dengan lapangan rumput hijaunya,
dan jembatan bambu kecil melintasi anak sungai
yang bergoyang-goyang ketika dilewati.
Tampak pula petak-petak kecil kebun
ditanami kacang tanah dan jagung yang tumbuh subur.
Terpesona aku melihat semua itu,
... dan tiba-tiba saja kulihat Luthfi sudah berlarian
melintasi pematang sawah di samping masjid.
Saat duduk di saung,
kami menikmati semilir angin berhembus
sambil memandang rumpun bambu
yang menari-nari di tiup angin.
Saat itu, terbayang asyiknya anak-anak belajar
sambil duduk bersila, berselonjor ...
atau tidur-tiduran di lantai kayu.
Asyik sekali sekolah di sini, aku membatin.
Rupanya Luthfi pun sependapat denganku.
Sayang hari itu hari Minggu,
jadi kami tidak bisa melihat anak-anak berlarian
di lapangan rumput itu.
Kali ke dua ke Sekolah Alam, kembali aku terkesan.
Kali ini dengan keramahan Bu Yusri dan Bu Asih
yang menerimaku dan bercerita panjang lebar
menjelaskan tentang konsep Sekolah Alam,
tentang outbond, tentang kebun dan ternak,
tentang outing, tentang jihad harta,
tentang bea guru, dan sebagainya.
Singkat cerita Luthfi terdaftar untuk sit-in
dan alhamdulillah...
Luthfi pun diterima di kelas I SD Sekolah Alam.
Hari pertama Luthfi di Sekolah Alam.
Terkesan aku melihat begitu semangatnya Luthfi
menarik tas ransel beroda-nya yang penuh dengan
bekal makan siang, snack, 3 stel baju ganti,
dan ‘baju ayah’-nya untuk berkebun.
Tempat air minumnya yang besar
dikalungkan di lehernya.
Agak terseok-seok dia menarik tasnya
yang memang berat itu.
Akhirnya, papanya membantu membawakan tasnya
sampai ke bawah tangga.
Tapi Luthfi menolak ketika papanya menawarkan
untuk membawakan tasnya sampai di kelas.
Sepertinya dia ingin menunjukkan
bahwa dia pun bisa mandiri seperti anak-anak lain.
Malamnya, saat memeriksa tas Luthfi
kembali aku terkesan
melihat coretan-coretan hasil belajarnya
... di atas kertas bekas!
(di SA disebut kertas sebelah pakai)
Ingatanku melayang ...
pada dua tempat sampah berdampingan
yang kulihat saat pertama berkunjung ke sekolah ini,
yang satu ber-label organik
dan yang lainnya anorganik.
Tak perlu slogan,
tak perlu iklan layanan masyarakat,
tak perlu pidato sana-sini,
tak perlu bikin lomba poster atau lomba puisi
untuk menghimbau penghematan kertas
demi kelestarian alam
... atau pemanfaatan barang-barang bekas
untuk mengurangi timbunan sampah!
Di Sekolah Alam hal itu sudah jadi bagian
dari keseharian anak-anak.
Aku sungguh terkesan.
Cerita ini diambil dari file lama...
merupakan bagian awal dari sebuah tulisan bertajuk
"Kesan Demi Kesan di Sekolah Alam"
... ditulis saat Luthfi kelas 3 (September 2002)
untuk buku Sekolah Impian
3 comments:
wah akhirnya ada updatenya setelah sekian lama...hehehe, kangen mbak :)
sekarang luthfi kelas berapa mbak? kalau kelas 5, berarti mo ekspedisi ke lombok ya? soalnya pak yuda kontaknya ke kita lho ;)
ayo sekalian ibunya ikut biar kita bisa kopdar...hehehe
imelnya mbak vera ilang, minta lagi dong biar bisa ngerumpi ttg SA ;)
Jeng mau mastiin aja. Ini Sekolah Citra Alam kan? Yang lebih baru???
Bukan mbak. Sekolah Alam dan Sekolah Citra Alam adalah 2 sekolah yang berbeda dan tidak ada hubungan satu sama lain.
Post a Comment