Terkesan Bu Cache
Bu Cache, paling kanan,
berpose bersama beberapa guru - OTFA 2004 di Sukamantri
Di kelas 2 (dua), aku terkesan pada Bu Cache.
Baru beberapa bulan berinteraksi dengan Luthfi di kelas,
Bu Cache langsung bisa meng-identifikasi
bakat Luthfi dalam berbahasa.
Beliau menyarankan agar Luthfi dikursuskan bahasa Inggris.
Mulanya aku tidak terpikir sama sekali
untuk mengikutkan Luthfi kursus ini-itu.
Selain karena pulang sekolahnya saja sudah sore,
aku juga tidak mau membebaninya
dengan terlalu banyak kegiatan di luar sekolah
(selama ini kegiatannya hanya les berenang
tiap Sabtu pagi bersama sepupunya,
itu pun kupikir lebih merupakan rekreasi bagi dia).
Tetapi saat kusampaikan saran Bu Cache itu pada Luthfi,
ternyata dia mau kursus bahasa Inggris.
Walaupun resikonya ...
dia harus langsung ke tempat kursus dari sekolah,
karena jadual yang tersedia hanya sore hari.
Kadang kasihan aku melihatnya
saat tertidur dalam perjalanan dari sekolah ke tempat kursus
yang berjarak tempuh ± 30 menit itu.
“Capek Fi?”, tanyaku.
“He eh.... capek ‘sih, tapi nggak pa-pa.”
Hasilnya, dia berani ngobrol dengan ‘bule’
yang datang ke sekolahnya.
Dan yang pasti, Luthfi jadi lebih pede,
karena merasa punya kelebihan dan diakui kelebihannya
oleh teman-teman maupun guru-gurunya.Terima kasih Bu Cache.
Bu Cache tetap menjalankan tugas di Pos P3K
OTFA 2004 Sukamantri
sambil 'menikmati' sakit yang sangat
akibat endometriosis yang sudah lama dideritanya
Bu Cache adalah salah satu
guru paling senior di SA Ciganjur.
Bu guru bertubuh mungil yang semasa kuliah di ITB
ternyata aktif sebagai pencinta alam ini,
adalah salah satu saksi sejarah perkembangan Sekolah Alam.
Bersama teman-teman di SA Ciganjur lainnya,
Bu Cache telah menikmati pahit-manis dan suka-duka
dalam memperjuangkan keberlangsungan sekolah ini
dari awal berdirinya di tahun 1998 hingga sekarang.Mau tanya soal kurikulum Sekolah Alam?
Insya Allah, Bu Cache-lah orang yang paling tepat
untuk dijadikan tempat bertanya...
dan denger-denger kepiawaian Bu Cache ini diakui pula
oleh Lendo Novo, sang penggagas Sekolah Alam.Kembali ke masalah Bahasa Inggris, alhamdulillah teman-teman sekelas Luthfi juga ikut termotivasi untuk lebih giat belajar Bahasa Inggris. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari kerja keras Ms Mimi yang membuat belajar Bahasa Inggris jadi terasa fun & exciting buat anak-anak SA.Melalui berbagai activity & lomba Story Telling antar kelas, Ms Mimi yang dibantu Bunda Yalti berhasil mendorong anak-anak untuk terus meningkatkan kemampuan mereka dalam berbahasa Inggris.
Ms Mimi, ngobrol bareng guru-guru dari Inggris
Valerie, Andrew, dan Jim Harrison sang InspectorLuthfi sendiri alhamdulillah tahun ini naik ke kelas 6 (enam). Sesuai saran gurunya juga, kursusnya sekarang pindah ke tempat yang ada native speaker-nya. Di tempat kursus yang lama, beberapa kali Luthfi loncat level dan sepertinya sudah kurang challenging buat dia. Saat ini di tempat kursusnya yang baru, di kelas nya, Luthfi yang termuda usianya, satu-satunya yang masih SD. Temannya rata-rata sudah SMP, bahkan ada yang SMU. Tapi menurut teacher-nya, Luthfi tetap pede dan jadi one of the best students di kelasnya. Alhamdulillah.
Luthfi sedang make speech di depan para undangan,
para ortu murid, dan teman-temanya
Open House SA - April 2005
Di sekolah, sebagai Presiden Siswa Luthfi sering diminta untuk make speech in English setiap ada kunjungan tamu atau dalam berbagai acara sekolah lainnya. Dan di Semester II saat kelas 5 (lima) kemarin, sekolahnya dikunjungi guru-guru dari Inggris. "Luthfi hebat sekali bahasa Inggrisnya ya, Bu" kata Pak Yudha gurunya. "Temen-temennya berani juga ngobrol tapi masih keliatan malu-malu... Dia sih nyerocos aja tuh ngobrol sama si Robert... dia cerita segala macem tentang sekolah, tentang ekspedisi Ujung Kulon ... nanyanya juga macem-macem", cerita Pak Yudha.
Pak Yudha, bersama Bunda Yalti foto bareng
Jim Harrison yang Senior Advisor di School Improvement &
Advisory Service Hertfordshire County Council
dan Pak Radith dari British CouncilDan aku jadi terharu, saat Pak Yudha bilang : "Tau gak Bu, Si Luthfi nanya apa sama Robert... Dia nanya: 'Is there any possibilities for me to visit your school in a student exchange program?' ... 'Of course there is. We can arrange that!' kata Robert."
Robert (Martinwoods Primary School, UK)
baris depan tengah, berkacamata.
Robert sempat belajar main angklung
dan didaulat ikut tampil bersama murid kelas 4
dalam acara Meet & Greet, UK Teachers - Indonesian School,
awal April 2005 di Sekolah Alam Ciganjur,
sebagai bagian dari program TIPD
(Teachers International Professional Development)
yang disponsori British Council.Kenapa aku terharu? Karena Luthfi memang sudah berulangkali mengungkapkan keinginannya untuk ke luar negeri. Ada sedikit sesal, kenapa aku tidak pernah mengajaknya ikut waktu beberapa kali dapat tugas ke luar negeri saat kerja dulu.
Semoga ya, Nak...
dengan berbekal kemampuanmu berbahasa Inggris itu
suatu saat nanti akan terbuka peluang bagimu
untuk pergi ke mana saja kamu mau.
Amin.
this blog is about a school that's so unique and so different from any other school i know. a school where my two lucky boys - Luthfi & Rafi - enjoy their days, collecting precious childhood memories as they learn about life in nature
June 27, 2005
Cerita Bu Cache
Cerita 'Aku'
Terkesan ‘Aku’
Saat sedang cuti,
kusempatkan mengantar dan menjemput Luthfi.
Hari itu kebetulan mereka habis panen ikan
dan sedang asyik bakar ikan di kolong saung kantor.
Ada yang sibuk mengipasi arang di tungku gerabah.
Ada yang menusuk ikan kecil-kecil
yang sudah dibumbui oleh Bu Ina dengan tusuk sate.
Semuanya begitu antusias.
Dan yang membuat aku terkesan hari itu,
aku mendengar Bu Ina membahasakan dirinya ‘AKU’
saat berbicara dengan anak-anak.
Di kemudian hari kudapati bahwa ternyata
hampir semua guru di Sekolah Alam
memang ber-‘aku-aku’ dengan murid-muridnya.
Begitu sepele tapi sangat besar pengaruhnya
Begitu akrab, begitu tak berjarak…
namun tetap tak kehilangan rasa hormat dari anak didiknya.
Memang bukan zamannya lagi guru berangker-angker ria,
dan jaga-jaga wibawa supaya dipatuhi murid.
TIGA KEPALA SEKOLAH
Bu Ina (sekarang Kepsek PG/TK Citra Alam)
Pak Bharata (Kepsek pertama SA Ciganjur)
Pak Novi (Kepsek Sekolah Lanjutan SA Ciganjur)
... reunian setelah acara "Meet and Greet"
dengan guru-guru dari Inggeris di SA awal April 2005.
Hari terus berlalu.
Hampir setiap hari ada saja yang membuatku terkesan.
Coretan Luthfi tentang cara membuat popcorn
lengkap dengan gambar panci dan kompornya.
Cerita Luthfi bahwa siangnya dia ke Bogor,
outing ke museum tanah.
Melihat anak-anak yang lebih memilih naik ke tempat parkir
dengan memanjat tebing tanah dari pada lewat tangga.
Dan akhirnya, pada sepucuk surat yang disampaikan Luthfi
sambil berkata dengan penuh semangat:
“Ma, aku mau kemping ke Cibodas!”
Hah? Anak kelas satu SD mau kemping?
Nggak salah?
Ternyata benar.
Setiap akhir tahun ajaran Sekolah Alam mengadakan OTFA
(Out Trekking Fun Adventure).
Pesertanya, ya anak-anak.
Bahkan murid TK pun ikut serta.
Dan ternyata, kalau outbound yang seminggu sekali
jadi pelajaran favorit hampir semua murid,
OTFA adalah kegiatan tahunan
yang sangat dinanti-nantikan oleh mereka.
Terbayang asyiknya naik tronton ke lokasi,
mendirikan tenda, lalu mengikuti macam-macam
kegiatan yang mengasyikkan di alam terbuka.
Waktu OTFA ke Sukamantri Bogor
di akhir tahun ajaran 2003-2004
alhamdulillah aku beruntung
jadi salah satu orangtua yang dibolehkan ikut...
dan dapat tugas jeprat-jepret.
Cerita soal OTFA ini,
sebenarnya sudah ada di draft...
cuma berhubung fotonya banyak banget
dan belum sempat dirapikan
jadinya belum di publish-publish deh...
untuk sementara, baca tentang OTFA di sini dulu ya...
Cerita Kesan Awal
Kesan Awal
Pada awalnya, aku amat terkesan ketika mendengar
cerita mama-nya Emily tentang Sekolah Alam.
"Saat tema pelajaran tentang rumah,
anak-anak diajak outing
untuk melihat dari dekat berbagai macam rumah,
dari rumah kardus sampai rumah mewah"
(waktu itu, Emily yang semula sekelas dengan Luthfi
di TK Al-Fauzien, sudah lebih dulu masuk Sekolah Alam)
Apalagi waktu aku mendengar dari guru TK Luthfi,
bahwa Sekolah Alam mengambil idenya dari buku Totto Chan.
Wah, sejak dipinjami buku Totto Chan oleh adikku,
... aku selalu mengangankan
ada sekolah seperti sekolahnya Totto Chan.
Penasaran.
Kuajak Luthfi bersama papanya mengunjungi Sekolah Alam.
(waktu itu lokasinya masih di Jl. Damai,
lokasi Citra Alam sekarang)
Lokasinya yang tersembunyi di tengah pemukiman penduduk
ternyata tidak sukar dicari.
Dari tempat parkir tampak di bawah sana saung-saung kelas
lengkap dengan lapangan rumput hijaunya,
dan jembatan bambu kecil melintasi anak sungai
yang bergoyang-goyang ketika dilewati.
Tampak pula petak-petak kecil kebun
ditanami kacang tanah dan jagung yang tumbuh subur.
Terpesona aku melihat semua itu,
... dan tiba-tiba saja kulihat Luthfi sudah berlarian
melintasi pematang sawah di samping masjid.
Saat duduk di saung,
kami menikmati semilir angin berhembus
sambil memandang rumpun bambu
yang menari-nari di tiup angin.
Saat itu, terbayang asyiknya anak-anak belajar
sambil duduk bersila, berselonjor ...
atau tidur-tiduran di lantai kayu.
Asyik sekali sekolah di sini, aku membatin.
Rupanya Luthfi pun sependapat denganku.
Sayang hari itu hari Minggu,
jadi kami tidak bisa melihat anak-anak berlarian
di lapangan rumput itu.
Kali ke dua ke Sekolah Alam, kembali aku terkesan.
Kali ini dengan keramahan Bu Yusri dan Bu Asih
yang menerimaku dan bercerita panjang lebar
menjelaskan tentang konsep Sekolah Alam,
tentang outbond, tentang kebun dan ternak,
tentang outing, tentang jihad harta,
tentang bea guru, dan sebagainya.
Singkat cerita Luthfi terdaftar untuk sit-in
dan alhamdulillah...
Luthfi pun diterima di kelas I SD Sekolah Alam.
Hari pertama Luthfi di Sekolah Alam.
Terkesan aku melihat begitu semangatnya Luthfi
menarik tas ransel beroda-nya yang penuh dengan
bekal makan siang, snack, 3 stel baju ganti,
dan ‘baju ayah’-nya untuk berkebun.
Tempat air minumnya yang besar
dikalungkan di lehernya.
Agak terseok-seok dia menarik tasnya
yang memang berat itu.
Akhirnya, papanya membantu membawakan tasnya
sampai ke bawah tangga.
Tapi Luthfi menolak ketika papanya menawarkan
untuk membawakan tasnya sampai di kelas.
Sepertinya dia ingin menunjukkan
bahwa dia pun bisa mandiri seperti anak-anak lain.
Malamnya, saat memeriksa tas Luthfi
kembali aku terkesan
melihat coretan-coretan hasil belajarnya
... di atas kertas bekas!
(di SA disebut kertas sebelah pakai)
Ingatanku melayang ...
pada dua tempat sampah berdampingan
yang kulihat saat pertama berkunjung ke sekolah ini,
yang satu ber-label organik
dan yang lainnya anorganik.
Tak perlu slogan,
tak perlu iklan layanan masyarakat,
tak perlu pidato sana-sini,
tak perlu bikin lomba poster atau lomba puisi
untuk menghimbau penghematan kertas
demi kelestarian alam
... atau pemanfaatan barang-barang bekas
untuk mengurangi timbunan sampah!
Di Sekolah Alam hal itu sudah jadi bagian
dari keseharian anak-anak.
Aku sungguh terkesan.
Cerita ini diambil dari file lama...
merupakan bagian awal dari sebuah tulisan bertajuk
"Kesan Demi Kesan di Sekolah Alam"
... ditulis saat Luthfi kelas 3 (September 2002)
untuk buku Sekolah Impian