August 30, 2004

Cerita Uang Hani

Pagi ini, seperti biasa aku mengantar Rafi yang agak males-malesan masuk kelas karena masih mengantuk. Sampai di depan kelasnya, aku berpapasan dengan Bu Esti, guru kelas 3 Samudera (saat ini di SA kelas 3 SD-nya ada 2, Samudera dan Benua). Setelah saling mengucapkan salam, sambil bersalaman dan cium pipi yang jadi kebiasaan kami sesama ibu-ibu di SA, Bu Esti mengatakan: "Ada sumbangan lagi nih buat Pak Nunu... dari Hani. Tapi recehan semua, katanya sih... dari celengan dia sendiri." Belum sempat aku berkata apa-apa, Bu Esti yang sedang menanti kelahiran anak ke duanya itu, segera berbalik kembali ke kelasnya "Aku ambil dulu ya.."

Selang beberapa saat, Bu Esti kembali dengan kantong kresek hitam yang langsung diserahkannya ke aku. Saat kubuka... Subhanallaaah, isinya benar-benar recehan. Satu kantung plastik berisi uang logam 500-an dan satunya lagi kantung plastik biru bekas obat berisi uang logam 100-an dan 200-an. Saat itu spontan aku bilang, "Bu, ini jangan ditukerin... biar aja begini, kita kasih ke Pak Nunu apa adanya."


Setelah dihitung, benar jumlahnya Rp 100.000. Isi kantung plastik yang 500-an jumlahnya Rp 90.000,- dan yang satu kantung lagi jumlahnya Rp 10.000,-




Teringat bahwa Hani suka bikin puisi, "Wah, kayaknya Hani perlu kita minta bikin puisi buat Pak Nunu nih.." kataku pada Bu Ratu yang membantuku menghitung uang itu. Saat bubaran sekolah, Hani yang lewat di depan kantor dipanggil Bu Ratu untuk menemui aku yang saat itu sedang membantu Bu Dwita yang lagi dikejar deadline IFSA (buletin SA). Begitu Hani ada di depanku, aku memintanya membuat puisi untuk Pak Nunu. Berikut ini adalah puisinya:


Doa Kelas 3 Samudera untuk Pak Nunu

Kelas 3 Samudera mendoakan Pak Nunu cepat sembuh
Insya Allah uang dari kelas 3 Samudera cukup untuk pengobatan Pak Nunu
Kelas 3 Samudera mendoakan Pak Nunu cepat sembuh
Insya Allah Pak Nunu bisa mengajar di Sekolah Alam lagi
Amin.

Hani
Subhanallaah... Uang itu adalah hasil tabungan Hani sendiri, tapi sumbangan itu diberikan atas nama teman-teman sekelasnya! Ya Allah, ini seperti sebuah cermin bagi kita para orang tua. Sebuah cermin ketulusan yang murni dan keikhlasan yang begitu indah dari seorang Hani kecil. Dan ini tentunya tak lepas dari jerih payah dan merupakan buah keikhlasan yang diteladani oleh guru-guru di Sekolah Alam dalam mengisi anak didiknya, dengan nilai-nilai kebaikan.

Semoga Sekolah Alam, akan terus melahirkan Hani-Hani kecil dengan keikhlasan-keikhlasan dan kebaikan-kebaikan lain, apa pun bentuknya. Amin.

August 24, 2004

Cerita Pak Nunu

Terima kasih kepada Pak Imam Wahyudi yang telah mengizinkan saya mengambil tulisan di bawah dari milis SA Parents untuk saya posting di sini. Pak Imam Wahyudi adalah salah satu orangtua murid Sekolah Alam yang sering membantu mempromosikan Sekolah Alam lewat RCTI, karena beliau memang bekerja di RCTI. Sementara Pak Nunu adalah guru PG Lebah & PG Semut. Jarang lho ada Pak Guru yang bisa dan mau mengajar di Preschool, apalagi Play Group. Dan Pak Nunu adalah satu dari guru langka itu.


GURU itu bernama Pak Nunu


Seperti yang sudah aku sepakati dengan Amadis, Azka, Ivan dan istriku , Sabtu sore kami membezuk Pak Nunu, guru Amadis di PG Semut. Pak Nunu jatuh dari pohon ketika hendak memasang spanduk acara Indonesian Culture, Rabu sore. Menurut istriku -- yang sudah membezuk Pak Nunu hari Kamis --, tulang tangan Pak Nunu patah di 3 tempat. Dua di lengan dan 1 di jari.

Sewaktu mulai masuk ke gang yang menuju rumah kontrakan Pak Nunu, aku sudah membayangkan bakal bertemu dengan mimik wajah memelas dan kesakitan. Tapi bukan hal itu yang kami temui. Pak Nunu tidak ada di rumah. Demikian juga 2 guru SA lain yang satu kontrakan dengannya.

Aku pikir pak Nunu pasti tengah ke dokter atau ke sakal putung (dukun patah tulang) yang sebelumnya mengurut lengannya. Namun, belakangan kami dapat informasi bahwa pak Nunu kemungkinan besar tengah ke sekolah. Lho?

Setengah tak percaya kami berlima langsung ke sekolah. Dan memang, pak Nunu benar-benar di sekolah. Tanpa wajah memelas atau kesakitan seperti yang aku bayangkan semula. Ketika aku tanyakan kondisinya, pak Nunu hanya menceritakan kalau sakitnya mulai berkurang. Dan ketika aku tanyakan rincian patah tulangnya dia tampak bersemangat menerangkan. Bukan padaku, tapi pada Azka dan Ivan yang ada di sampingku. Dia sampaikan bahwa tulangnya lengannya patah di tulang hasta dan pengumpil, jadi, tulang lengan manusia itu terdiri dari 2 tulang, yaitu tulang hasta dan pengumpil. Kalu dia patah dan menembus daging, akan terjadi....bla...bla.. bla.

Duh, sejujurnya aku benar-benar takjub, bersyukur dan mungkin juga ada perasaan jengah. Aku benar-benar tidak menyangka bahwa pada saat seperti ini pun, dia masih berusaha memberi pelajaran, mengajari anak-anakku, dengan menjadikan cobaan yang menimpa dirinya sebagai model.

Aku benar-benar berhadapan dengan seorang GURU!


Wajah Pak Nunu tampak murung ketika Amadis tidak mau mendekat karena takut melihat tangan Pak Nunu yang dibebat. "Beberapa anak lainnya juga gitu." katanya lirih.

Ketika kami hendak pulang pak Nunu sempat menanyakan bagaimana kalau tangannya nanti di gips. "Anak-anak pasti takut ya," ujarnya sambil berusaha tertawa, tanpa sempat menyembunyikan kesedihannya. "Suruh saja mereka menggambari tangan yang digips, pasti suka," ujarku spontan. Aku sebenarnya setengah berseloroh. Karenanya, aku jadi terkejut ketika Pak Nunu justru tampak antusias dan bersemangat dengan "ide" ku itu. "Iya ya mudah-mudahan mereka senang." ujarnya dengan mata berbinar.

Senin pagi, sebelum menjenguknya di rumah sakit, aku sempat menelpon pak Nunu untuk menanyakan hasil operasinya Minggu sore. Sepanjang percakapan, hal dominan yang dikatakannya adalah bahwa dia ingin cepat sembuh dan minta didoakan cepat sembuh, agar bisa segera MENGAJAR kembali. Dia juga menanyakan dimana Amadis. Ketika aku sampaikan bahwa aku baru saja mengantar Amadis ke sekolah dan aku masih di sekolah, dia buru buru mengatakan: "Titip salam pada Amadis dan teman-temannya. Tolong didoakan Pak Nunu agar segera sembuh dan bisa MENGAJAR lagi,".

"Ya Allah. Terimakasih. Kau telah memberi kami GURU seperti Pak Nunu. Terimakasih kau telah membimbing kami ke sekolah ini. Beri kami kearifan, rizki dan kemampuan untuk menjaga rasa syukur agar kami bisa terus mengembangkan KEKAYAAN yang telah kami peroleh ini, menjadi sesuatu yang tidak hanya bermakna bagi kami dan anak-anak kami, tetapi juga bagi orang-orang di sekeliling kami dan umat sesama kami"

"Ya Allah sembuhkanlah Pak Nunu. Bukakan kesadaran tanpa pamrih kami untuk bersama-sama membantu dan menjaga KEKAYAAN kami ini. Amiin."

Depok, 23 Agustus 2004

Imam Wahyudi
Ortu Azka, Ivan, Amadis.




Pak Nunu dengan tangan digendong bersama dua muridnya yang datang menjenguk


Tetap ceria bersama Pak Endez yang bantu-bantu mengurusi keperluan Pak Nunu sejak musibah itu


Rombongan ibu-ibu yang segera membesuk Pak Nunu begitu mendengar berita kecelakaan yang menimpanya

August 20, 2004

Cerita Tujuh-belasan 1

Kamis 19 Agustus 2004, suasana di SA tampak berbeda dari hari biasanya. Hari itu anak-anak tampil seragam dengan busana daerah sesuai tema Kebudayaan Indonesia yang jadi tema pembelajaran di kelas mereka masing-masing.

Uniknya busana daerah itu tampak berbeda dengan busana daerah yang biasa kita lihat dikenakan anak-anak sekolah dalam karnaval tujuh-belasan. Busana daerah dan pernak-pernik yang digunakan oleh anak-anak di SA hari itu adalah kreasi mereka sendiri, dan banyak memanfaatkan barang bekas.

Kelas Luthfi (SD5) misalnya. Karena tema pembelajaran mereka adalah Sumatera Utara, maka mereka membuat ulos-ulosan sendiri dengan teknik paint brush. Mula-mula mereka membuat masking dari kertas dengan teknik lipat gunting sehingga terbentuk lubang-lubang motif (kirigami). Masking tersebut ditempelkan di atas sehelai kain seukuran selendang kecil, baru disemprot dengan cat poster. Selain ulos-ulosan mereka juga membuat penutup kepala dari koran bekas yang diwarnai dengan cat semprot. Kuning dan biru tua untuk anak laki-laki dan merah jambu untuk anak perempuan



SD 5 dengan busana Batak-nya


Topi dari koran, ulos buatan sendiri


"Ram-ba-di-a ram-ba mu-na da-i-to..."




SD3 Samudera tampil dengan busana Madura. Uniknya anak laki-laki mengenakan kaos oblong putih yang dicat garis-garis warna merah, sementara untuk baju luarnya dibuat dari kantung plastik sampah warna hitam. Tapi sepatunya tetap sepatu boot :)


SD3 Samudera dengan busana Madura-nya



Rompi yang dikenakan SD3 Benua juga dibuat dari kantong plastik warna merah.


SD3 Benua dengan busana Maluku



SD4 mengenakan busana Jawa Tengah, dan menampilkan drama berjudul Batman Nyasar di Jogja :)


SD4 dengan busana Jawa Tengah





SD6 dengan busana Betawi





TK A Kangguru dengan busana Jawa Barat





TK A Koala dengan busana Irian





TK B dengan Busana Bali, 'kain' kotak-kotak-nya kalo dipake duduk bisa sobek... karena dari kertas :)













Guru pun nggak mau kalah gaya...

August 09, 2004

Cerita Pemilu

Poster Montage World - British Council Indonesia
tentang Pemilu di SA

Menjelang Pemilu Legislatif tahun lalu, di SA juga ada pemilu. Yang dipilih Calon Presiden Siswa. Jadi sebenarnya pemilihan presiden langsung pertama di Indonesia, bukan Pemilu Presiden Mei lalu.
Tapi di Sekolah Alam.

Pelajaran Demokrasi bagi anak-anak SA yang dilakukan setiap tahun ini, dimulai dari pengajuan nama-nama calon kandidat di SD 5 (begitu lazimnya siswa-siswi Sekolah Alam menyebut kelas V). Kenapa kelas 5 bukan kelas 6?
Karena kelas 6 sudah dapat giliran tahun sebelumnya, dan mereka harus berkonsentrasi menghadapi ujian akhir.
Anak-anak SD 5 mengajukan nama-nama calon kandidat dari kelasnya, kemudian disaring lagi sampai tinggal 3 kandidat. Ketiga kandidat ini kemudian membentuk tim sukses, menyusun program, dan mengadakan kampanye mencari dukungan. Bedanya dengan Pemilu sungguhan, tidak ada money politics di sini.

Pada hari H, panitia Pemilu dalam hal ini anak-anak SD 5, dibantu beberapa guru menyiapkan 2 TPS di lapangan rumput tempat anak-anak biasa main bola. Hari itu lapangan agak becek karena hujan, namun hal itu tidak mengurangi antusiasme anak-anak untuk menggunakan hak suaranya. Semua siswa SD berduyun-duyun menuju TPS, diiringi alunan melodi synthesizer melalui pengeras suara mengumandangkan lagu Pemilu.

Ba’da zhuhur, penghitungan suara dimulai. Dari sorak-sorai anak-anak mendukung calonnya, agak mengejutkan juga bahwa kecil-kecil begitu anak-anak Sekolah Alam ternyata sexist lho! Akibatnya suara anak laki-laki terpecah dua, hingga hasilnya sudah bisa diduga. Emily terpilih jadi Presiden Siswa, menggantikan Usamah kakak kelasnya yang telah setahun menjabat Presiden Siswa. Tapi Emily memang pantas, dari kesehariannya gadis manis ini memang lebih matang dibanding teman-temannya. Dan semua menerima kemenangannya. Hari itu juga Emily dilantik, dengan Rakai yang berada di posisi ke dua dalam perolehan suara sebagai wakilnya.
Emily kemudian memperkenalkan menteri-menterinya.
Dari kegiatan pemilu ini, banyak sekali yang dipelajari anak-anak SA. Mulai dari politik, organisasi, leadership, kerjasama, marketing, presentasi, statistik, sportivitas … Ah, beruntungnya kalian anak-anakku. Ibumu ini pertama kali ketemu TPS setelah kuliah. Itu pun bingung mana yang mau dipilih.
Moga-moga apa yang kalian pelajari di Sekolah Alam ini membentuk kalian jadi generasi yang lebih baik dibanding generasi ibu-bapakmu ini. Dan pada saat kalian sudah punya hak suara nanti, Pemilu di Indonesia bisa sebersih Pemilu yang kalian lakukan di Sekolah Alam.




Pengumuman Pemilu di Mading




Para Kandidat Presiden Siswa



persiapan



TPS becek, nggak masyallaah...



Petunjuk Alur Pemilu



Antri



Antusias ikut nyoblos!



menunggu giliran



Coblos



saksi



kotak suara



Celup tinta, s
elesai!



Penghitungan Suara


Tegang menunggu hasil


Senyum kemenangan Emily, sang Presiden Siswa



Presiden & kabinetnya


Pemilu di SA? Top baangeeet!



Update :
Dari kegiatan Pemilu ini
Sekolah Alam ikut adding project di program Montage
dengan bantuan British Council Indonesia
dan bisa di lihat di
sini